Terkini.id, Jakarta – Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyoroti putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, putusan meringankan hukuman mati terpidana kasus sabu 402 kilo gram, itu dinilai menciderai hukum.
Fickar berpendapat, putusan PT Bandung tersebut dinilai dapat mencoreng keadilan masyarakat. Sebab, enam terpidana kasus narkoba jaringan internasional itu telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Cibadak.
“Karna itu dari perspektif itu, perubahan (meloloskan) vonis mati merupakan perubahan yang dirakakan tidak adil dan tidak menenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Kalo saja perubahan itu menjadi seumur hidup masih bisa dimengerti,” ujar Fickar kepada wartawan, Senin 28 Juni 2021.
Fickar mengatakan, vonis mati yang ditetapkan oleh PN Cibadak terhadap para terdakwa kasus narkoba sudah tepat sesuai keadilan sesuai dalam Undang-Undang.
Hal tersebut lantaran, menurut Fickar, bahaya peredaran narkoba bukan hanya dapat merusak perorangan, melainkan generasi masyarakat.
- HP Sharp Aquos R8s dan R8s Pro: Harga, Spesifikasi dan Fiturnya
- Desain Modern dan Mewah, Ini Spesifikasi Motor Listrik Smoot Zuzu
- Review Jam Tangan Kayu Eboni dan Rekomendasi Produknya, Bisa Dibeli di Blibli
- Perbandingan Antara Iphone 11 vs iPhone 12, Masih Worth to Buy?
- 7 Rekomendasi Fashion Pria Keren Dari Blythe
“Bahkan tidak mustahil bisa menghancurkan dan menghilangkan satu generasi (lost generation). Artinya putusan tingkat pertama selain telah sesuai dengan strafmat (hukuman) yang ditetapkan Undang-Undang juga sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat,” urai Fickar.
Meski eksistensi vonis mati, sambung Fickar, masih menjadi polemik. Namun hukuman tersebut, kata dia, menjadi langkah positif di Indonesia.
“Karena itu hukuman mati tersebut juga bisa dipandang sebagai cerminan rasa keadilan masyarakat atas sebuah perbuatan yang keji, karena bisa merugikan dari generasi ke generasi,” pungkasnya.